Penemu Radio

Sejarah dan Penemu Radio


RADIO merupakan media massa paling luas di muka bumi sebelum ada internet. Tidak ada sejengkal tanah dan permukaan laut pun yang tida terjamah oleh sinyal elektromagnetik yang dipancarkan oleh lebih dari puluhan bahkan mungkin ratusan ribu stasiun radio di seluruh dunia. Total jangkauan radio melebihi media televisi dan –apalagi— suratkabar atau media cetak.

Pada setengah abad terakhir ini, karena keunikan “pendekatan pribadi” yang menjadi ciri khasnya, radio menjadi teman pribadi yang setia. “Lebih banyak orang mendengarkan radio karena berbagai macam tawaran yang melebihi media lain,” kata Michael C. Keith (2000). 

Kenyataannya, menurut Kenneth Costa dari Radio Advertisining Bureau, USA, setiap mobil (95%) memiliki radio. “Ada dua kali lipat dari jumlah mobil yang menggunaan radio (sekitar 135 juta) dibandingkan total sirkulasi (60 juta) semua koran harian dan empat dari lima orang dewasa dapat dijangkau oleh radio setiap minggunya.”

Radio menarik bagi siapa saja, tersedia bagi semua orang. Kepraktisan dan keanekaragaman tawaran program siarannya menjadikan radio sebagai media paling populer dalam sejarah. 

Popularitasnya kian kuat, ketika radio memasuki “wilayah jurnalistik” atau pers --menyajikan berita.  Program siaran berita radio kian memperkuat daya tarik dan pengaruhnya. 

Orang kini bisa menyalakan radio untuk mendengarkan berita. Artinya, radio bukan lagi sekadar media hiburan, tempat mendengaran musik atau lagu favorit, tapi juga sumber informasi layaknya sutakbabar –dengan satu catatan: tanpa harus membayar uang langganan!

Radio benar-benar tampil sebagai teman pribadi --di rumah, di meja belajar, di perjalanan, atau teman minum kopi saat pagi, sore, atau malam hari. 

Radio menjadi teman yang tidak saja bisa mengibur, tapi juga memberitahu kita semua kejadian di sekitar kita dan di belahan dunia mana pun. 

Bahkan, saat kita kehilangan dompet, STNK, atau ada anggota keluarga yang hilang, radio pun bisa menjelma sebagai “penolong”. Saat terjadi bencana alam seperti banjir, radio pula yang memantau situasi secara langsung, menyebarluaskannya kepada publik, dan  “menghimpun dana bantuan” dari berbagai pihak. 

Penemu Radio

Siapa yang berjasa membesarkan dan membuat radio begitu “perkasa”? Ada sejumlah nama. 

Mereka adalah James C. Maxwell  yang menemukan teori gelombang elektromagnetik –pengantar sinyal radio, Hendric Hert yang membuktikan teori elektromagnetik itu benar-benar ada, lalu Gaglieso Marconi yang menemukan metode transmisi suara tanpa bantuan kabel.

Ada juga nama Nikola Tesla yang bereksperimen tentang berbagai susunan transmisi tanpa kabel. Nama lain yang tidak kalah pentingnya dalam sejarah radio adalah Lee De Forest, Ambrose Fleming, Reginald Fessenden, dan David Sarnoff. 

Merekalah nama-nama yang tengah “diseleksi” untuk dijuluki “Bapak Radio” . Namun, kandidat terkuat adalah nama yang disebut terakhir, Sarnoff,  “si pengkhayal sejati” yang dianggap penyusun cara penggunaan utama dari alat-alat yang diciptakan pendahulunya, Marconi, dengan memonya “Radio Music Box”. 

Dalam memonya, Sarnoff mengusulkan agar pesawat penerima radio diproduksi massal untuk dikonsumsi publik. Tahun 1919, impian Sarnoff tewujud –pesawat radio diciptakan dan dapat dibeli umum —dan kita pun bisa menikmatinya kini (Michael C. Keith, 2000).

Baca Juga: Sejarah Radio

Siapa lagi yang berjasa membesarkan dan membuat radio menjadi “kekuatan kelima” sekarang? 

Jawabannya: mereka yang terlibat dalam dunia penyiaran radio –dikenal dengan sebuta “orang-orang broadcast”. Ujung tombaknya tidak lain adalah para penyiar (radio announcer). 

Penyiarlah yang mampu menghidupkan siaran radio sehingga menarik, memukau, dan berdampak. Para broadcaster terus bekerja dan berpikir untuk kemajuan dunia radio siaran –dan memuaskan publik pendengarnya.

Penyiar bekerja tidak sendirian, tentu saja. Ada “kerabat kerja” yang mendukungnya, seperti para reporter yang memburu bahan-bahan berita atau materi siaran, dan para penulis naskah (script writer) yang menyiapkan naskah siaran. 

Sumber: Asep Syamsul M. Romli, Broadcast Journalism, Penerbit Nuansa Bandung, 2004.


0 Comments

Post a Comment

Post a Comment (0)

Previous Post Next Post