Fenomena Citayam Fashion Week dalam Pandangan Pengamat

Citayam Fashion Week merupakan pergaan busana jalanan stau street fashion show yang digelar di zebra cross jalan raya di Jakarta. Pengamat menilainya sebagai ekspresi anak muda, spontan, dan takkan bertahan lama.

Fenomena Citayam Fashion Week dalam Pandangan Pengamat

Citayam Fashion Week adalah aksi peragaan busana di zebra cross kawasan Dukuh Atas, Jakarta Pusat.

Layaknya Paris Fashion Week, para "model" berlenggak-lenggok mengenakan busana khasnya, sambil menyeberangi jalan.

Bedanya, para "model" di "catwalk" Citayam Fashion Week adalah remaja dari Depok, Citayam, dan Bojonggede --daerah penyangga Jakarta.

Citayam Fashion Week tidak ada hubungannya sama sekali dengan Citayam, sebuah desa di Kecamatan Tajurhalang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

Masih ada kaitannya dengan Citayam Fashion Week, istilah SCBD juga viral di media sosial. Sejatinya, SCBD adalah singkatan dari Sudirman Central Business District. 

Kata "Sudirman" merujuk pada lokasi kawasan yang berada di Jalan Jenderal Sudirman. SCBD identik sebagai kawasan elite yang penuh dengan barang-barang branded serta gedung pencakar langit. 

Belakangan, kepanjangan SCBD diplesetkan menjadi Sudirman Citayam Bojonggede Depok yang disandingkan dengan Citayam Fashion Week. 

Kepanjangan baru SCBD itu muncul karena kawasan tersebut berubah menjadi tempat nongkrong dan "peragaan busana" remaja-remaja dari Citayam (Bogor), Bojong Gede (Bogor), dan Depok.

Apa Itu Citayam Fashion Week?

Citayam Fashion Week adalah sebutan bagi "fashion street" atau fashion show jalanan di kawasan Dukuh Atas-Sudirman.

Citayam Fashion Week berawal dari sejumlah remaja asal daerah penyangga Jakarta, seperti Citayam, Bojong Gede, dan Depok, yang menjadikan kawasan ruang terbuka Dukuh Atas-Sudirman, Jakarta Pusat, sebagai tempat nongkrong. 

Viralnya kawasan Dukuh Atas-Sudirman sebagai lokasi Citayam Fashion Week bermula dari beredarnya video-video para anak muda itu di media sosial, khusunya TikTok.

Para remaja ini mengaku mengunjungi kawasan Dukuh Atas-Sudirman ini untuk sekadar bersantai dan bersosialisasi, dengan mengenakan pakaian yang nyentrik.

Citayam Fashion Week berawal dari ide untuk menghabiskan waktu dan adu kreativitas para remaja ini untuk tampil dengan gaya berpakaian yang mereka sukai. 

Dalam video-video wawancara, para remaja Citayam itu kerap mengenakan busana-busana yang eksentrik ala street fashion luar negeri.

Selain dari Citayam, anak-anak muda yang unjuk gigi di Citayam Fashion Week juga berasal dari Bojong Gede dan Depok. Kepanjangan singkatan SCBD diplesetkan menjadi "Sudirman Citayam Bojonggede Depok."

Setelah viral di media sosial, kawasan Dukuh Atas-Sudirman pun terus dipadati anak-anak muda. Bukan hanya dari Citayam, Bojong Gede, dan Depok, tapi juga dari Tangerang, Bekasi, dan daerah-daerah penyanggah Jakarta lainnya.

Dukuh Atas merupakan lokasi strategis. Kawasan ini menjadi titik pertemuan sejumlah transportasi terpadu di Jabodetabek. Hal ini memudahkan anak-anak muda ini menuju ke sana dari tempat asal masing-masing. 

Beberapa sosok remaja yang menginisiasi Citayam Fashion Week antara lain Bonge, Jeje Slebew, Kurma, dan Roy.

Busana anak-anak muda yang diperagakan di Citayam Fashion Week ini tergolong khas, dari jaket kulit, celana model 90-an, kemeja oversize, sampai sepatu sneakers warna-warni. 

Zebra cross yang mereka pakai sebagai panggung catwalk pun kini menjadi ikonik, karena artis, model profesional, hingga pejabat juga diketahui ikut-ikutan menjajal beraksi bak model di lokasi tersebut.

Fenomena Citayam Fashion Week membuat sebagian pekerja yang melintasi area itu merasa terganggu dan menimbulkan kemacetan. Anak-anak muda itu juga terlihat bergerombol di trotoar hingga memenuhi setengah kawasan Jalan Sudirman.

Identitas Fashion Anak Muda

Menurut pakar kajian budaya dari Universitas Airlangga, Pujo Sakti Nur Cahyo, fenomena Citayam Fashion Week merupakan bentuk artikulasi kultural dari orang-orang yang turut serta di kegiatan tersebut. 

“Harus diakui bahwa dalam perspektif kebudayaan, cara kita berpakaian merupakan artikulasi dari identitas kita. sehingga siapa kita, dapat diekspresikan melalui cara berpakaian, baik itu (nantinya, Red) merujuk pada kelas sosial, background pendidikan, ataupun tingkat kesejahteraan,” ujarnya.

Ia menilai, Citayam Fashion Week adalah bentuk ekspresi dan eksistensi anak muda di tengah hiruk pikuk ibukota yang senantiasa dinamis. Fashion taste dan tren begitu cepat berputar. Sebab, fashion merupakan entitas yang terus bergerak dinamis dan suatu saat akan berubah serta mengalami perubahan.

“Semua fashion pasti akan mengalami yang namanya sirkulasi. Baik nanti sezaman di tempat berbeda atau mungkin dimodifikasi. Tahun 80-an pernah populer gaya anak muda pakaian warna warni yang juga pernah populer di era 2000-an,” ujarnya.

Menurut Pujo, kemunculan gerakan itu terjadi tanpa adanya desain besar (gerakan). Dimulai ketika anak muda pinggiran Jakarta yang ingin bermain dengan menaiki transportasi kereta dan menemukan tempat yang menarik dan mulai melakukan kegiatan di situ bersama teman-temannya. 

Dari kegiatan itu, muncul konten kreator bergerilya mencari bahan konten yang menarik untuk membahas anak muda di situ.

“Di situlah mereka (anak muda citayam) diwawancara oleh konten kreator. Awalnya mungkin, saya yakin hanya untuk lucu-lucuan atau seru-seruan saja, dan mereka tidak akan berpikir akan jadi (seviral) ini,” imbuhnya.

Salah satu hal yang krusial dari meledaknya fenomena Citayam adalah keviralan yang disebabkan oleh adanya sosial media. Sebab, anak-anak muda yang mengikuti gerakan ini adalah generasi yang melek teknologi, sehingga memicu banyak follower mereka untuk mengikuti gerakan tersebut.

Di sisi lain, kemunculan gerakan tersebut terjadi akibat adanya dua faktor lain, yakni ruang publik dan transportasi. 

Terkait dengan ruang publik, ungkap Pujo, ada kemungkinan anak muda di sana tidak mempunyai atau tidak banyak tersedia ruang publik yang dapat mengekspresikan diri sesuai dengan ekspektasi mereka. Selain itu, pengaruh akses yang mudah dan murah seperti kereta api penting.

Unjuk Identitas Anak Muda

Sosiolog Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS) Surakarta Drajat Tri Kartono menilai, street fashion ini merupakan salah satu cara anak muda untuk menonjolkan identitasnya.

Dengan adanya street fashion, anak-anak muda ini mampu menarik perhatian, sehingga keberadaan mereka pun diakui. Selain itu, Drajat memandang Citayam Fashion Week sebagai subversif perkotaan.

Maksudnya, fenomena ini mengindikasikan adanya inisiatif, kreativitas, dan langkah nyata dari masyarakat yang tidak mendapatkan akses pada kebutuhan tertentu.

Dalam konteks ini, ia menilai bahwa masyarakat membutuhkan pakaian yang bagus dan diakui. Sayangnya, tak semua pakaian tersebut bisa didapat dengan harga terjangkau.

Beberapa masyarakat juga memiliki keinginan untuk mengikuti ajang mode seperti fashion show. Namun, tak sembarang orang bisa mengikutinya.

"Sehingga kemudian muncullah kreativitas-kreativitas dari yang memiliki kebutuhan, tapi tidak memiliki akses di situ," kata Drajat pekan lalu.

"Kreativitas ini yang kemudian berkembang di jalan. Urban subversif itu berkembang di jalan, kemudian muncullah tampilan seperti Citayam (Fashion Week) ini," sambungnya.

Citayam Fashion Week Takkan Bertahan Lama

Sosiolog dari Universitas Indonesia (UI) Hari Nugroho menilai, fenomena "Citayam Fashion Week" tak akan bertahan lama karena kemunculannya yang spontan.

"Menurut saya itu tidak akan bertahan lama, karena itu hanya respons populer saja. Kemunculannya itu adalah sebuah komunitas cair yang tidak terstruktur, yang terkonstruksi secara spontan," ujar Hari.

Dia mengatakan, fenomena "Citayam Fashion Week" merupakan tren yang muncul di tengah ketiadaan ruang publik bagi remaja di daerah penyangga Jakarta.

Para remaja yang berasal dari Citayam, Bojonggede, dan Depok itu kemudian mencoba membuat tren dengan nongkrong di pusat kota Jakarta yang dibalut adu gaya berpakaian. Kemudian aktivitas itu didokumentasikan di media sosial hingga viral.

Selain itu, ia menilai kerumunan di "Citayam Fashion Week" muncul dan meluas tanpa adanya tokoh penggerak utama.

Ia mengatakan, fenomena Citayam ini hanya fenomena populer karena ketiadaan ruang bagi anak muda di kota satelit Jakarta untuk berekspresi dan membangun identitas mereka.

"Dan kebetulan tempat di kawasan Sudirman itu menyediakan arenanya," lanjut Hari.

Pejabat dan Seleb Nimbrung

Viralnya Citayam Fashion Week membuat sejumlah pejabat dan selebritas nimbrung. Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil bahkan turut menjajal "catwalk jalanan" tersebut.

Sejumlah model profesional dan influencer tak mau ketinggalan untuk menjajalnya sambil membuat konten di media sosial.

Dinilai potensial menghasilkan "cuan", ada yang mendaftarkan hak cipta merek (brand) "Citayam Fashion Week". Setelah memicu kontroversi, pendaftaran hak cipta dibatalkan.

Demikian Fenomena Citayam Fashion Week dalam Pandangan Pengamat. Gelaran serupa pun mulai bermunculan di daerah lain, seperti Bandung, Surabaya, dan Makassar. (Kompas/Cnn/Unair)

0 Comments

Post a Comment

Post a Comment (0)

Previous Post Next Post