Pengalaman Penyintas Virus Corona: Gejala Positif Covid-19, Isolasi, Hingga Sembuh

Pengalaman Penyintas Virus Corona: Gejala Positif Covid-19, Isolasi, Hingga Sembuh

Bagaimana rasanya terpapar virus corona atau positif Covid-19? Bagaimana bisa bertahan dan dinyatakan sembuh dan sehat kembali alias jadi penyintas Covid-19?

Berikut ini pengalaman dua penyintas Covid-19. Penyintas adalah orang yang pernah terpapar virus corona. Satu "orang biasa" dan satunya lagi penyintas dari kalangan tenaga kesehatan, yaitu seorang dokter.

Menurut penjelasan Satgas Covid-19 dan para ahli, orang yang positif Covid-19 ada yang gejalanya berat, ringan, dan bahkan sangat banyak tanpa gejala yang disebut OTG (Orang Tanpa Gejala).

Nah, bagaimana gejala yang dialami dua penyintas Covid-19 berikut ini? Bagaimana bisa sembuh dan jadi penyintas? Yuk, kita simak!

Pengalaman Penyintas Covid-19 Warga Biasa (Umum)

Sebut saja namanya Ahmad, seorang warga Kota Bandung yang jadi pendengar setia RKSB Maja 107.8 FM Bandung.

Dalam obrolan santai di teras Studio RKSB yang asri, sejuk, dan nyaman pisan di kawasan Curug Maja, Babakan Teureup, Nagrog, Ujungberung, Bandung, Ahmad mengisahkan pengalamannya terpapar Covid-19. 

Ahmad dinyatakan posistif usai tes di Puskesmas dan menjalani isolasi mandiri (isoman) di rumah selama 14 hari.

Tepat di Hari Idul Adha, usai Shalat Zhuhur dan maksi, Ahmad tidur. Saat bangun, ia merasa badannya panas, demam.

Malamnya, demam makin terasa. Badannya panas. Suhu badannya makin tinggi. Ia menggingil. Semalaman ia merasakan demam parah.

"Beda dengan demam biasa. Suhu terasa lebih panas. Badan terasa lebih menggil dari demam biasa. Panas pisan, tapi tiris pisan oge!" ujarnya.

Dari situ ia sudah menduga terpapar corona. Keesokan harinya masih demam. Badan terasa "ringsek", pegel-linu luar biasa. "Pegel-linuna juga beda, terasa lebih sakit dari demam biasa," katanya.

Ahmad berpikir positif saja dan berharap itu demam biasa. Apalagi ia sudah divaksinasi pertama.

Namun, ia juga sering membaca berita, vaksinasi bukan obat corona, juga bukan jaminan tidak tertular. Vaksin hanya untuk meningkatkan imun.

Ahmad pun memperbanyak makan buah-buahan, minum air putih, dan makan pun ditambah porsinya. Lebih kenyang dan tidur lebih awal. 

"Biasanya tidur jam 12-an, kali ini jam 9-an sudah tidur," katanya. Namun, tentu tidak nyenyak seperti biasa, karena demam itu!

Malam harinya, demam dan pegel-linu masih terasa, meski tidak seberat malam pertama atau malam sebelumnya.

Dua hari demam tidak sembuh, ia putuskan menghubungi Puskesmas dan dites. Ia menjalani Tes Antigen dan dinyatakan positif. 

Ahmad pun memutuskan menjalani isolasi mandiri di rumah. Selama isoman, ia masih merasakan demam (tapi tidak separah hari pertama dan kedua), pegel-linu, namun penciuman tetap normal dan nafsu makan juga masih normal.

"Ngopi dan ngudud masih normal, masih enak!" karanya sambil tertawa.

Menurut Ahmad, selama isoman, ia dipantau Puskemas, dikirim obat-obatan, dan tetangga memberi dukungan moral dan materi. Ia banyak mendapatkan kiriman makanan dan buah-buahan, juga vitamin.

Obat yang dari Puskesmas, menurut Ahmad, hampir semuanya vitamin. "Yang kategori obat mungkin cuma Parasetamol, obat demam, sama ada kapsul yang kayaknya obat antivirus biasa," katanya.

Dari situ ia makin percaya, Covid-19 memang belum ada obatnya. Obat Covid-19, menurut yang Ahmad baca di referensi, adalah imun, kekebalan tubuh, ketehahan tubuh, atau antibodi.

"Antibodi harus ditingkatkan dengan banyak vitamin, makan, dan buah-buahan, serta tidur lebih awal, jam 9-10 lah paling malam," katanya.

Ahmad juga menyebutkan sebuah berita di situs berita, bahwa tidur sebelum jam 11 malam meningkatkan antibodi atau imum.

Setelah seminggu menjalani isoma, Ahmad merasa sudah baikan. Gejala yang demam masih terasa, namun berupa demam ringan. Pegel linu berkurang.

Hari-hari berikutnya, demam dan pegel-linu terus berkurang dan hilang sama sekali di hari ke-10. "Saya merasa normal di hari ke-10," katanya.

Ahmad tidak hilang penciuman atau rasa selama demam. Juga tidak batuk. "Mungkin saya gejala ringan," katanya.

Namun, di hari ke-11, Ahmad merasakan ada yang aneh. "Suka tiba-tiba batuk, tapi tenggorokan enggak gatal ataupun apa-apa, tiba-tiba saja batuk, batuk kering gitu," jelas Ahmad.

Batuknya juga tidak sering. Namun suka tiba-tiba batuk. "Mungkin ini yang disebut batuk corona," kata Ahmad.

"Alhamdulillah, batuk-batuknya jarang, dan cuma sehari, besoknya sudah hilang dan badan terasa makin sehat," katanya.

Menurut Ahmad, di hari ke-12, ada lagi yang aneh. Ia merasa seperti pilek. 

"Ada sesuatu hidung bagian atas, seperti sinusitis, tapi hidung tidak mengeluarkan apa-apa," jelas Ahmad.

Ia bersyukur, hal itu hanya berlansung sehari. Keesokan harinya, atau di hari ke-13, semua gejala benar-benar hilang. Ia merasa sehat, normal. 

Tepat hari ke-14, ia mendapatkan surat keterangan dari dokter Puskesmas, bahwa dirinya dinyatakan "sehat, sembuh, dan selesai isolasi mandiri".

"Alhamdulillah... !" ujar Ahmad mengakhiri pengalamannya menderita Covid-19. "Yang tidak percaya Covid-19, gelut jeung aing!" katanya sambil bercanda.

Kesan Ahmad, selain kisah di atas, positif corona itu menderita lahir batin. "Lahirnya sakit, batinnya itu terasa diasingkan, dijauhi teman dan tetangga!" katanya.

Ia pun mendukung sepenunya protokol kesehatan, terutama pakai masker, cuci tangan, dan jaga jarak, sebagaimana dikampanyekan pemerintah atau Satgas Covid-19.

Pengalaman Penyintas Covid-19 Seorang Dokter

Lain lagi kisah penyintas lain. Seperti diberitakan Antara, seorang dokter bedah di sebuah rumah sakit di Wonogiri, Jawa Tengah, bernama Sriyanto. 

Ia dinyatakan positif dan harus menjalani 12 hari masa isolasi bersama anak laki-lakinya.

Sriyanto dan anaknya dinyatakan positif Covid-19 melalui tes usap. Untuk menjalani perawatan isolasi, Sriyanto dan anaknya harus ke rumah sakit.

"Saya dan anak saya mengalami demam dan batuk. Sepanjang perjalanan dari Wonogiri ke Solo, tubuh terus menggigil," kata Sriyanto.

Di ruang perawatan isolasi, kondisi Sriyanto makin parah dengan demam yang sangat tinggi hingga setiap hari menggigil kedinginan. 

Enam jam sekali dia harus mengonsumsi paracetamol untuk menurunkan demamnya dan tidak menggigil akut.

Hari keempat isolasi, Sriyanto mulai batuk dan badan terasa sakit. Setiap bergerak, misalnya dari rukuk ke sujud saat salat, Sriyanto pasti terbatuk. Dia merasa tersiksa karena untuk bernapas juga sulit.

Kondisi Sriyanto makin parah pada hari keenam. Indra penciumannya tidak berfungsi dan dia tidak bisa mengunyah dengan baik. Nasi dari rumah sakit terasa sangat keras, sampai dia muntahkan kembali.

"Saya sampai protes ke bagian gizi rumah sakit. Saya marah karena merasa mereka tidak memasak nasi dengan benar. Betapa kagetnya ketika mendapat penjelasan bahwa nasi itu lunak seperti biasa," kisahnya.

Sriyanto akhirnya menyadari bahwa hal itu karena virus yang menjangkitinya sehingga menggangu fungsi mulut dan tenggorokan. Cairan kelenjar di mulut tidak keluar sehingga fungsi syaraf menelan menjadi terganggu.

Hari ketujuh menjadi puncak penderitaan Sriyanto. Batuk makin parah, apalagi ditambah komorbid diabetes sehingga harus rutin suntik insulin.

"Saya hampir menyerah. Beberapa sahabat juga berpikir demikian karena risiko orang dengan diabetes bila terkena Covid-19 biasanya berujung kematian," ucapnya.

Namun, Tuhan menjawab keputusasaan Sriyanto. Pesanan dua kantong plasma dari Jakarta tiba. Dengan meyakini plasma dan obat radang sendi adalah obat ampuh untuk mengobati Covid-19, dia pun mendapatkan suntikan satu kantong plasma.

Sriyanto lebih mengutamakan pengobatan medis daripada berbagai saran pengobatan alternatif yang tidak jelas. Pada saat kondisi kritis, dia berusaha berpikir logis dengan tetap menjalani pengobatan medis yang sudah teruji.

"Saya berusaha tegar dan tidak menyerah. Saya tanamkann kuat dalam hati, masih ingin hidup untuk menambah amal saleh karena merasa bekal belum cukup untuk pulang ke negeri keabadian," tuturnya.

Suntikan obat sendi terasa khasiatnya. Hanya 6 jam sejak disuntik, dia sudah bisa makan pisang. Padahal, sebelumnya dia masih kesulitan untuk menelan karena semua makanan terasa keras.

Pada hari kedelapan, setelah disuntik plasma yang kedua, dia tertidur pulas selama 12 jam dengan alat pengukur dan perekam aktivitas listrik jantung, oksigen 5 liter, dan infus dua jalur terpasang.

"Begitu terbangun, badan terasa lebih ringan dan segar. Batuk suda berkurang banyak dan demam perlahan menurun," katanya.

Hari kesembilan, demam sudah menghilang, batuk berkurang 75 persen, badan lebih ringan, dan hati bahagia karena masa kritis antara hidup dan mati sudah terlewati. Nasi yang dimakan pun terasa lebih empuk.

Sriyanto selesai menjalani perawatan isolasi. Dia sudah kembali ke Wonogiri bersama anaknya, dan sudah bisa bersepeda di sekitar rumah.

Dukungan dari kerabat dan sahabat yang tidak kunjung henti melalui WhatsApp, telepon, dan media sosial juga menambah kekuatan Sriyanto.

"Betapa doa pada saat kritis membuat saya sangat bahagia, apalagi melihat kiriman video santri-santri dari berbagai daerah yang mengirimkan doa hingga beberapa hari. Mereka meminta saya tetap semangat agar bisa bertemu kembali," katanya.

Saat-saat dinyatakan positif Covid-19, menjalani perawatan isolasi, melewati masa-masa kritis, dan mendapatkan dukungan serta doa dari keluarga dan sahabat akan menjadi pengalaman tak terlupakan bagi Sriyanto.

Kepada orang lain yang dinyatakan positif Covid-19, Sriyanto berpesan untuk tetap percaya pada pengobatan medis yang sudah teruji daripada pengobatan alternatif yang masih coba-coba.

Doa juga menjadi sumber kekuatan untuk sembuh. Doa tulus dan perhatian dari orang sekeliling sangat membantu mempercepat pengobatan. 

Oleh karena itu, dia meminta kepada masyarakat untuk tidak lelah memberikan perhatian dan doa kepada mereka yang sedang sakit.

"Jaga kesehatan dan terapkan protokol di mana pun berada. Selalu gunakan masker, cuci tangan dengan sabun dan air mengalir, serta menjaga jarak aman dengan orang lain," katanya.

Itu dia kisah Pengalaman Penyintas Virus Corona: Gejala Positif Covid-19, Isolasi, Hingga Sembuh.



0 Comments

Post a Comment

Post a Comment (0)

Previous Post Next Post